Nasib perajin tahu di Jombang cukup memperihatinkan. Hal itu menyusul naiknya harga bahan baku kedelai. Jika kondisi tersebut terus terjadi, keberadaan para perajin tersebut bisa gulung tikar.
"Naiknya harga kedelai impor membuat kami sekarat. Pendapatan kami juga turun drastis, sampai 60 persen. Kalau dulu setiap kali melayani order ke Surabaya bisa mendapat keuntungan Rp 600 ribu, tapi sekarang hanya mendapat Rp 200 ribuan," ungkap Sobirin (43), penrajin tahu asal Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, Senin (2/8/2013).
Sobirin mengatakan, saat ini harga kedelai perkilogramnya mencapai Rp 9 ribu untuk jenis kedelai impor. Sedangkan, untuk kedelai lokal, harganya Rp 8.600 perkilogram. Dampak naiknya harga kedelai tidak hanya dialami sobirin. Namun sejumlah perajin tahu yang produksi dalam kapasitas kecil saat ini malah sudah menghentikan kegiatannya.
"Kalau yang produksinya sedikit atau perajin kelas kecil malah sudah tidak kuat, karena mereka tidak dapat apa-apa, bahkan rugi kalau terus produksi," tambahnya.
"Naiknya harga kedelai impor membuat kami sekarat. Pendapatan kami juga turun drastis, sampai 60 persen. Kalau dulu setiap kali melayani order ke Surabaya bisa mendapat keuntungan Rp 600 ribu, tapi sekarang hanya mendapat Rp 200 ribuan," ungkap Sobirin (43), penrajin tahu asal Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, Senin (2/8/2013).
Sobirin mengatakan, saat ini harga kedelai perkilogramnya mencapai Rp 9 ribu untuk jenis kedelai impor. Sedangkan, untuk kedelai lokal, harganya Rp 8.600 perkilogram. Dampak naiknya harga kedelai tidak hanya dialami sobirin. Namun sejumlah perajin tahu yang produksi dalam kapasitas kecil saat ini malah sudah menghentikan kegiatannya.
"Kalau yang produksinya sedikit atau perajin kelas kecil malah sudah tidak kuat, karena mereka tidak dapat apa-apa, bahkan rugi kalau terus produksi," tambahnya.
Penrajin tahu yang melayani order untuk wilayah Jombang, Lamongan dan Surabaya ini menambahkan, naiknya harga dollar yang diikuti dengan naiknya harga kedelai impor mengancam eksistensi para perajin. Jika tidak diantisipasi, dikhawatirkan bakal banyak pengrajin tahu yang gulung tikar.
Sulton (51), perajin tahun lainnya mengatakan, untuk memproduksi tahu, dibutuhkan dua komoditas kedelai, yakni impor dan lokal. "Kalau hanya kedelai lokal hasilnya kurang bagus. Tapi kalau kedelai impor saja tahunya ada rasa asamnya. Ya, dua-duanya harus ada. Tapi kalau harganya seperti ini bisa bisa banyak yang gulung tikar," ujar Sulton.
Sumber : Berita Jatim