Wisata Religi Jombang - Makam mantan Presiden RI, KH Abdurrahman Wahid, sebenarnya tidak berbeda dengan makam lainnya, termasuk makam kakeknya, KH Hasyim Asya'ri, yang berada di lingkungan kompleks Ponpes Tebu Ireng, di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim).
Kesamaan makam yang ada di pemakaman tersebut, semua kijingnya tidak dilengkapi dengan nama penghuninya, yang biasa dijumpai di pemakaman umum. Hanya sedikit yang membedakan makam Gus Dur dengan makam lainnya yang memudahkan peziarah mengenali yaitu di pusaranya dipenuhi bunga-bunga.
Juga di dekat kedua kijing batu makam tersebut, ada dua vas yang berisi bunga sedap malam tertera tulisan, KH Abdurrahman Wahid dan KH Hasyim Asya'ri.
Seorang, Imam Mustofa (33), asal Desa Pule, Kecamatan Pule, Trenggalek, yang datang berombongan bersama tetangganya dengan naik mini bus. Namun, menurut dia, kedatangannya tersebut, untuk kedua kalinya, karena sebelum itu, pernah datang ke makam Gus Dur bersama tetangganya dengan membawa dua bus besar.
Tujuannya, lanjut Imam, di makam Gus Dur, selain menggelar Yasinan juga terkait bulan suci Ramadhan."Sudah menjadi tradisi sejak dulu, ketika menjelang Ramadhan makam di sini selalu dipenuhi peziarah," kata seorang petugas keamanan di makam Gus Dur, Teguh Santoso (29) menjelaskan.
Sebagaimana diungkapkan Teguh, rombongan peziarah yang datang ke makam Gus Dur, mulai meningkat tajam sejak sebulan terakhir. Para peziarah, datang tidak hanya memanfaatkan bus, kendaraan bermotor roda dua, juga kendaraan pribadi dan kendaraan umum.
Mereka, lanjutnya, datang dari berbagai daerah di Indonesia, tidak hanya dari Jawa dan Madura, juga dari Sumatera dan Kalimantan."Mereka yang datang berziarah tidak hanya yang beragama Islam, ada bhiksu, pendeta juga orang dari aliran kepercayaan," jelas penjaga pos pintu masuk makam Gus Dur, Kholilo (35) mengungkapkan. Ia memperkirakan, dari data yang masuk, rombongan yang datang melapor jumlahnya diperkirakan mencapai 3.000 orang per harinya. Dari perkiraan itu, jauh meningkat dibandingkan pada hari-hari biasa yang jumlahnya berkisar 2.000 orang per harinya.
Mereka yang datang melapor, biasanya yang datang berombongan naik bus, belum termasuk peziarah yang datang dengan kendaraan pribadi roda dua dan empat dan kendaraan umum yang tidak melapor.
"Secara umum, pada malam Jumat legi dan hari libur Minggu, peziarah yang datang selalu ramai dibandingkan hari biasa," jelas Teguh mengambarkan.
Ia mencontohkan, pada hari libur , diperkirakan jumlah peziarahnya mencapai sembilan ribu orang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Kalo Untuk bulan Rahmadhan bisa mencapai puluhan ribu.
Menurut Teguh, kompleks makam di Ponpes Tebu Ireng tersebut, sebenarnya selalu dikunjungi peziarah sebelum ada makam Gus Dur. Sebelumnya, peziarah datang untuk datang ke makam KH Hasyim Asyari, kakek Gus Dur, yang lokasi makamnya berada di dekat makam Gus Dur yang sekarang.
"Kalau dulu, jumlah peziarah tidak banyak hanya berkisar ratusan orang setiap harinya," papar Teguh, menambahkan.
Mencapai lokasi makam Gus Dur di Jombang cukup mudah, hanya sekitar tujuh kilometer dari Stasiun KA Jombang dan berada di tepi jalan raya Jombang-Batu, Malang. Dengan terjadinya peningkatan jumlah peziarah tersebut, di pintu utama masuk makam, pengunjung harus berjalan berdesak-desakan, sebelum mencapai makam.
Termasuk di sepanjang jalan raya Jombang di depan makam, semua kendaraan berjalan merayap, karena sebagian kendaraan para peziarah diparkir di sepanjang kanan kiri di jalan setempat.
Selain itu, di tepi jalan juga dipenuhi dengan para pedagang yang menjajakan dagangannya di tepi jalan raya di kawawan itu. Begitu pula dari arah lokasi parkir bus yang berada di selatan yang jaraknya sekitar 150 meter dengan makam, pengunjung juga harus berjalan perlahan di sepanjang jalan di desa setempat.
Bagi peziarah yang datang, terpaksa harus antre untuk berdoa di depan makam Gus Dur dan KH Hasyim Asya'ri. Di lokasi makam, hanya ada seorang petugas yang mengatur mengalir keluar masuknya, para peziarah baik yang baru datang maupun keluar.
"Tidak hanya pagi dan siang hari, malam hari juga seperti ini, peziarah datang mengalir," ungkap Kholilo.
Sesuai ketentuan, kompleks pemakaman Ponpes Tebu Ireng tersebut, setiap hari buka pukul 07.00-16.00 WIB dan buka kembali mulai pukul 20.00-04.00 WIB.
Kemeriahan Peringatan 1000 Hari Wafatnya Gus Dur
Pada akhir September 2012 lalu diadakan peringatan 1000 hari wafatnya Gus Dur. Doa dan sedekah bersama ini dilaksanakan menurut adat istiadat Jawa yang bernafaskan Islam. Ribuan pengunjung dan wisatawan berziarah ke makam Gus Dur. Mereka datang dari berbagai penjuru tanah air. Ada sebagian masyarakat yang meyakini bahwa Gus Dur memiliki sifat layaknya wali, yaitu tokoh penyebar agama Islam yang dihormati masyarakat Jawa. Oleh karena itu, tempat wisata di Jombang ini menjadi satu dalam rangkaian ziarah Wali Songo di Jawa Timur.
Acara tersebut dimeriahkan aneka kesenian khas Jawa Timur. Selepas waktu sholat dzuhur, sekitar pukul 14.00 WIB satu per satu kelompok seniman menyajikan atraksi yang menarik. Masyarakat yang tinggal di wilayah kabupaten Jombang dan sekitarnya tumpah ruah di sepanjang jalan yang menghubungkan Jombang dan Kediri-Malang tersebut. Event tersebut menjadi kalender wisata yang langka karena peringatan 1000 hari meninggalnya seseorang berlangsung hanya sekali seumur hidup.
Uniknya, wisatawan yang berkunjung ke makam Gus Dur di Jombang bukan hanya warga muslim, tetapi juga keturunan Tionghoa yang beragama Konghucu. Hal ini tampak dari keberadaan 7 buah kesenian barongsai yang hadir dalam peringatan wafatnya Gus Dur. Kesenian barongsai tampak menarik perhatian setiap pengunjung yang datang ke acara wisata di Jombang tersebut. Barongsai bisa berbaur dengan kesenian kuda lumping dan rebana yang hadir dalam arak-arakan peringatan wafatnya mantan Presiden Gus Dur.
Mengapa warga Konghucu begitu respek terhadap Gus Dur? Alasan pertama adalah Gus Dur merupakan kyai keturunan China. Referensi mengenai hal ini terungkap melalui beberapa media di Indonesia sejak Gus Dur menjabat menjadi Presiden tahun 1999 lalu. Lalu, alasan kedua adalah Gus Dur merupakan presiden pertama RI yang membuka pintu kebebasan bagi warga Konghucu untuk beribadah sesuai agama dan kepercayaan mereka. Sebelum Gus Dur menjabat Presiden, warga Tionghoa terkekang dalam aturan Pemerintah.
Tempat wisata di Jombang ini merupakan salah satu perwujudan toleransi umat beragama di Indonesia. Hal serupa dapat wisatawan jumpai pada makam Sunan Gunung Jati di Cirebon. Pemeluk agama Islam dan Konghucu di Cirebon mampu mengembangkan sikap tenggang rasa pada tempat wisata bersejarah tersebut. Kondisi ini dapat terjadi karena setiap wisatawan diikat oleh kesamaan latar belakang sejarah yang bernilai agung.
Nah itu tadi Salah 1 Wisata Religi Yang ada Di jombang.
Sumber: BeritaJombang.net
Wisata Religi Gusdur Pada Bulan Rahmadan
Written By Anonim on Rabu, 24 Juli 2013 | 04.35
Label:
Hari Ini,
Sekilas Berita