Warga sekitar pun mampu bernafas lega. Apalagi, saat ini tarif dasar listrik (TDL) merangkak naik per 1 April ini. "Kincir air ini mampu menghasilkan energi listrik sebesar 500 watt," kata Suwadji sembari memamerkan alat ciptaannya itu, 4 hari yang lalu tepatnya rabu (3/4/2013).
Pria yang rambutnya sudah memutih ini mengungkapkan, kincir air alternatif itu ia ciptakan pada tahun 1999. Saat itu, kampung halamannya belum tersentuh program listrik masuk desa. Padahal, pihak desa sudah berkali-kali mengajukan usulan itu.
Sebenanarnya, lanjut Suwadji, listrik bisa masuk ke desanya. Akan tetapi syarat yang dipenuhi cukup memberatkan, yakni warga harus membeli tiang listrik secara swadaya. "Untuk membeli tiang, kami tidak mampu," ujarnya.
Sejak saat itu, Suwadji memutar otak. Ia kemudian melihat aliran sungai yang cukup deras di belakang rumahnya. Dari situlah ide kakek asal Bakalan ini muncul. Suwadji kemudian membeli sejumlah peralatan, termasuk dinamo guna mewujudkan ide cerdasnya tersebut.
Singkat cerita, dengan merogok kocek sebesar Rp 5 juta, peralatan berupa kincir dan lainnya itu siap digunakan untuk menyalakan listrik secara mandiri. "Dana Rp 5 juta itu lebih irit jika dibanding membeli tiang listrik yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 7 juta," kata mengenang.
Kini, saat TDL mengalami kenaikan, Suwadji dan keluarganya tidak galau. Pasalnya, listrik yang dihasilkan dari kincir air buatannya itu mampu digunakan untuk penerangan dan seluruh barang-barang elektronik di rumahnya.
"Dengan energi alternatif ini, saya tidak dipusingkan membayar listri tiap bulan. Saya hanya mengeluarkan uang sebesar Rp 500 ribu per tahun untuk perawatan alat itu saja. Ini lebih hemat lima kali lipat," pungkas warga Jombang ini.
sumber : berita jatim